Belakangan ini, lini masa media sosial dipenuhi oleh rentetan kabar buruk yang terus bermunculan tanpa henti. Kondisi ini memicu rasa tidak pasti dan membuat banyak orang terdorong untuk terus mencari, membaca, bahkan menonton berbagai konten negatif. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah doomscrolling.
Apa Itu Doomscrolling?
Doomscrolling adalah kebiasaan berlebihan dalam mengonsumsi berita atau konten negatif di media sosial maupun portal berita online. Aktivitas ini biasanya dilakukan secara terus-menerus, bahkan tanpa disadari, sebagai bentuk usaha memahami dan mengendalikan situasi yang tidak pasti.
Sayangnya, menurut pakar psikologi, doomscrolling bukanlah solusi. Sebaliknya, hal ini justru dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan mental maupun fisik.
Menanggapi hal ini, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR), Atika Dian Ariana, MSc, M.Psi., Psikolog, menjelaskan bahwa doomscrolling merupakan perilaku kompulsif yang muncul sebagai wujud kecemasan menghadapi ketidakpastian. Pada dasarnya, manusia memiliki dorongan alami untuk memahami situasi, berusaha mengendalikan hal yang tidak pasti, serta memastikan dirinya siap menghadapi ancaman.
“Doomscrolling ini mirip dengan naluri mempertahankan diri. Dengan mencari informasi, seseorang merasa bisa mengendalikan hal-hal negatif yang mengancam,” ungkapnya.
Dampak Buruk Doomscrolling
Meski terlihat sebagai insting bertahan hidup, Atika menegaskan bahwa perilaku doomscrolling justru tidak benar-benar membantu. Paparan konten negatif secara terus-menerus justru membuat pikiran dan emosi ikut terpengaruh, sehingga individu menjadi lebih rentan terhadap stres.
“Scrolling itu bukan aktivitas yang memberikan solusi nyata. Kecuali kita tahu kapan harus berhenti. Kalau menghadapi ujian, misalnya, kita tahu kapan ujian selesai sehingga bisa dikendalikan. Namun dalam kondisi tidak pasti, seperti pandemi atau konflik sosial, kita tidak tahu kapan akan berakhir,” jelasnya.
Lebih jauh, doomscrolling juga dapat memunculkan rasa cemas berlebihan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Jika berlangsung dalam waktu lama, dampaknya bisa menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun mental. “Saat stres, tubuh ikut tegang seakan bersiap menghadapi ancaman. Jika terus berlanjut, bukan hanya pikiran yang terkuras, tubuh pun bisa kelelahan,” tambahnya.
Cara Menghindari Doomscrolling
Untuk mengurangi dampak negatif doomscrolling, Atika menekankan perlunya meningkatkan literasi media. Individu harus mampu memilah informasi dan hanya mengambil sumber yang kredibel. Dengan begitu, informasi yang diperoleh akan benar-benar bermanfaat.
Selain itu, penting juga melatih diri membatasi konsumsi informasi dengan mengalihkan perhatian ke aktivitas yang lebih menyehatkan. Misalnya berolahraga, memasak, membersihkan rumah, menekuni hobi, atau melakukan kegiatan spiritual. “Ada hal-hal yang bisa kita kendalikan, ada pula yang harus kita serahkan kepada Tuhan. Jika kita mampu menyeimbangkan aspek-aspek itu, emosi bisa lebih terkelola dan kita tetap berfungsi penuh sebagai manusia,” terangnya.
Sebagai penutup, Atika menambahkan bahwa jika cara-cara sederhana belum cukup efektif, dukungan dari orang terdekat maupun bantuan profesional dapat menjadi solusi. “Daripada terus tenggelam dalam doomscrolling, lebih baik alihkan energi ke hal-hal produktif. Dan jika sudah terasa sulit diatasi sendiri, jangan ragu mencari pertolongan profesional,” pungkasnya.